Tuesday, September 20, 2016

DIKAWAL DAYANG GHAIB GOA LAWA

Purbalingga, Nopember 2015.
Pada hari Minggu, lik Yono paman istriku mengajak kami untuk refreshing melepas lelah setelah melaksanakan hajatan pernikahan Agus dan Isma. Agus adalah sepupu istriku yang tinggal di kampung sebelah. Dengan menggunakan dua mobil kami sekeluarga pergi menuju Obyek Wisata Goa Lawa yang terletak di kaki gunung Slamet, tepatnya di kabupaten Purbalingga.

Saat itu musim penghujan, gerimis membasahi sepanjang jalan yang kami lalui menuju Goa Lawa. Sampai di desa Pratin kabut mulai turun melengkapi hawa pegunungan yang dingin. Kira-kira setelah menempuh satu jam perjalanan sampailah kami di lokasi obyek wisata Goa Lawa. Di tempat parkir kulihat hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor saja. Situasi obyek wisata pada hari itu rupanya pengunjung agak sepi, sementara pedagang yang berjualan juga banyak yang tidak membuka tokonya. Setelah membayar tiket masuk dan parkir, kami berjalan memasuki lokasi Goa Lawa dengan ditemani seorang pemandu wisata.
Isma, Agus Lik Yati dan Lik Yono
Dari pintu gerbang masuk menuju area masuk goa kira-kira sepuluh menit kami berjalan kaki . Melalui trap tangga turun mulailah kami memasuki area Goa Lawa. Pemandu wisata menceritakan sejarah ditemukannya goa itu dan bagian-bagian terpenting yang ada di dalam goa. Butiran air yang menetes dari langit-langit goa seperti gerimis yang turun membasahi rambut kami. Stalagtit dan stalagmit juga menghiasi seluruh ruangan goa. Kemudian kami melewati sebuah jembatan kecil tapi memanjang dengan bentang sekitar 50 meter. Jembatan itu merupakan jalan buatan untuk melewati medan goa yang tergenang air. Sempit dan berkelok dengan genangan air yang menghampar di lantai goa mirip sebuah danau kecil di dalam goa.
Semakin dalam kami menyusuri dalam goa, suasana mulai kurasakan semakin agak lain. Hawa mistis mulai kurasakan kuat di sekitarku. Telingaku mulai berdengung seakan ada angin ribut di sekitar kami. Agar yang lain tidak menjadi takut, aku sengaja menjaga sikap seolah-olah tidak ada apapun. Kemudian pemandu wisata menunjukan ruangan-ruangan yang ada di dalam goa. Ada goa Dada Lawa, balai Paseban atau ruang pertemuan, pancuran bertuah dan lainnya. Ketika sampai di sebuah pertigaan dalam goa aku penasaran sekali dengan sebuah pintu masuk kecil yang dipagar besi seakan merupakan peringatan bahwa tidak seorangpun boleh memasukinya. Kutanyakan pada pemandu wisata tempat apakah itu, kenapa malah dipagar? Pemandu wisata menjelaskan bahwa tempat tersebut adalah Goa Ratu, tempat yang keramat yang tidak oleh dimasuki pengunjung.
Aku sengaja memperlambat langkah agar terpisah dari rombonganku. Rupanya rombonganku dipandu melewati jalan yang berada di sebelah kiri, setelah kurasa situasinya sepi aku memutuskan untuk lewat jalan yang berada di sebelah kanan menuju tempat yang membuat aku penasaran tadi. Ternyata benar di pintu yang berpagar tadi terdapat tulisan Goa Ratu. Di depan pintu pagar besi itu aura positif sangat kuat kurasakan seakan menarik untuk mendekat. Sambil duduk beralaskan sendal yang kupakai, aku mencoba bermeditasi memusatkan seluruh komponen kekuatan yang ada pada diriku supaya tahu apa yang ada di sekitarku. Angin sepoi berhembus menerpa wajahku, hawa yang sangat dingin membuatku menggigil, bersamaan dengan itu secara tiba-tiba muncul sosok wanita cantik di dalam ruangan yang berpagar itu. Jarak kami memang agak jauh, tapi masih bisa kulihat jelas dia berbusana seperti putri keraton dengan sumping di telinga dan kemben berwarna hijau gadung melati dengan bawahan batik lurik warna coklat. Dia hanya tersenyum padaku sambil mengangguk kecil menundukan sedikit wajahnya. Hanya dalam hitungan detik sosok itu menghilang bersamaan dengan buyarnya konsentrasiku karena air yang menetes dari langit-langit goa jatuh tepat di hidungku. Hanya aroma harum semerbak melati keraton yang tertinggal menemani diriku yang diam terpana.
Bagian Dalam Goa Lawa
Rasa penasaranku dalam hati rupanya terjawab sudah setelah melihat sosok cantik dengan senyuman yang sangat menawan tadi. Kulanjutkan perjalananku menyusuri jalan dalam goa untuk menyusul rombongan keluargaku. Rupanya mereka sudah menunggu di tangga naik menuju pintu keluar goa. Sekitar tiga jam kami berada di area obyek wisata Goa Lawa, anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain di taman. Di atas hamparan tikar kami makan bersama dengan bekal makanan yang memang sudah dipersiapkan dari rumah. Setelah membeli souvenir dan oleh-oleh, sekitar jam 16.00 WIB kami mulai berbenah dan meluncur pulang.
Walapun gerimis tetap semangat broo...
Perjalanan pulang keluar dari pintu gerbang Goa Lawa jalan menanjak sangat tajam. Jalan datar yang kami temui setelah tanjakan adalah desa Pratin. Sampai di jalan yang datar mobil masih kurasakan berat seperti tadi waktu di tanjakan. Memang aura yang aku rasakan di Goa Ratu masih terasa walaupun sudah di dalam mobil dan jauh dari area obyek wisata Goa Lawa. Sementara ku lihat mobil yang dikendarai Lik Yono sekeluarga terlihat normal tanpa beban hambatan. Di dalam mobilku ada dua anak balita yaitu Nindita anakku yang saat itu masih berusia satu setengah tahun dan Zifar anak dari Paung kakaknya Agus. Mulai dari kami keluar lokasi Goa Lawa Nindita dan Zifar tak henti-hentinya menangis.

Sambil mengendalikan kemudi aku coba meraba apa yang terjadi di dalam mobilku. Sampai di lapangan desa Pulosari, aku menepikan kendaraanku. Mobil Lik Yono juga ikut menepi dan menanyakan kenapa harus berhenti. Ternyata benar dugaanku tentang hawa yang aku rasakan sama seperti waktu di Goa Ratu ada di dalam mobilku. Kupindahkan anak-anak berganti ikut dalam mobil lik Yono. Jadi di dalam mobilku hanya berisi orang dewasa.

Setelah kami mulai melanjutkan perjalanan lagi, istriku mencoba menghubungi Isma yang ada di mobil lik yono melalui telepon menanyakan keadaan anak-anak. Ternyata anak-anak dalam kondisi yang tenang dan tidak menangis. Saat terdengar adzan maghrib kami masih berada di wilayah di desa Karangsari. Sambil menyetir iseng ku lihat spion tengah mengamati kondisi di kursi tengah dan belakang. Keluarga istriku di kursi tengah rupanya kelelahan setelah berekreasi, jadi tertidur lelap. Anehnya ada bayangan tiga orang lagi duduk di kursi belakang, padahal jelas-jelas kursi belakang kosong. Sepintas dandanan mereka mirip seperti wanita yang tadi aku temui di Goa Ratu di area obyek wisata goa Lawa.

Sampai dibukit kukusan desa Karangsari, sebelum jalan yang sangat menanjak mobil yang dikendarai lik Yono mengalami trouble sehingga harus berhenti. Akupun ikut menepi dan keluar dari mobil. Ketika kakiku baru menginjakan tanah, aku dikagetkan lagi dengan munculnya tiga sosok yang sudah berdiri dihadapanku, mereka tersenyum manis sekali, dengan kedua telapak tangan disatukan di depan dada, sambil membungkukkan badan sedikit seperti berpamitan dalam hitungan detik mereka menghilang.


Rupanya mereka adalah dayang ghaib yang dikirim untuk mengiringi perjalanan pulangku. Itulah kenapa anak-anak di dalam mobilku selalu menangis, karena anak kecil juga peka terhadap adanya makhluk ghaib di sekitar. Tapi kenapa mereka harus mengiringi perjalananku sampai di bukit Kukusan? Anak-anak aku pindahkan lagi ke mobilku karena aku sudah memastikan kondisi yan aman bagi anak-anak.


Sebelum Isya kami sudah sampai di rumah lik Yono. Ketika semua sudah berkumpul, sambil minum teh hangat dan kue kering barulah aku menceritakan apa yang terjadi sepanjang perjalanan. Spontan suasana di ruang tamu rumah lik Yono menjadi ramai. Ada yang histeris kecil, ada yang hanya melongo dan ada juga yang tertawa sambil mengeluarkan air mata. Mereka baru tahu apa yang sudah terjadi selama perjalanan pulang karena sepanjang perjalanan tadi mereka tidak menyadarinya dan akupun tidak bercerita karena khawatir mereka takut hehehehe...