Friday, September 2, 2016

MISTERI HALIMUN LEMBAH SIRENGGONG

Bumijawa April 2014,
Hari itu Jumat malam Sabtu, seperti biasanya bala Kurawa berkumpul di rumah Den Koko. Pukul 23.15 wib kami bertiga aku, Den Koko dan mas Ito Watulawang berangkat menuju dukuh Sawangan di lereng gunung Slamet. Kami berencana mengunjungi teman-teman bala Kurawa yang ada di sana.
Dengan mengendarai belalang tempurku kami bertiga menyusuri malam yang gelap dan dingin. Kabut mulai turun ketika kami baru sampai di desa Sigedong. Kami mampir sebentar ke rumah mas Yusup di dukuh Anggrum untuk kami ajak serta menuju dukuh Sawangan. Setelah melalui jalan yang menanjak dan berkelok-kelok sampailah kami pada perbatasan jalan yang sangat rusak. Batu jalan banyak yang lepas dan debu menutupi jalanan. Saat itu musim kemarau jadi jalanan yang kami lalui penuh dengan debu, suhu udara pada malam hari dingin sekali.
Pelan tapi pasti belalang tempur kupacu memilih jalan yang bisa dilalui agar tidak terperosok ke dalam jurang. Mas Ito sebagai navigatornya duduk di sampingku. Sementara Den koko dan mas Yusup mengawasi keadaan sekeliling. Sepanjang perjalanan di sekeliling kami yang nampak hanya hutan pinus. Setelah setengah jam kami menempuh jalan rusak tiba lah kami di sebuah pertigaan. Rupanya jalan ditutup karena sedang dilakukan pengecoran jalan. Jalan dialihkan belok ke kiri melalui lembah Sirenggong.
Sepanjang perjalanan mas Yusup bercerita tentang angkernya lembah Sirenggong yang konon pada jaman penjajahan dahulu dijadikan tempat pembantaian. Benar juga yang dikatakan mas Yusup, ketika kami melewati sebuah jembatan kecil dengan tebing yang curam, hawa lain mulai kurasakan. Untuk memastikan barangkali aku salah, kutanya mas Ito dan Den Koko. Ternyata merekapun sama juga merasakan energi yang besar di sekeliling kami. 
Kami berhenti sejenak untuk meditasi agar mendeteksi sumber energi tersebut. Rupanya tidak hanya satu, tapi banyak sekali para penghuni lembah Sirenggong yang ada disekitar kami. Kuputuskan untuk segera pergi dari tempat itu karena energi yang berdatangan semakin tidak bersahabat.
Tibalah kami pada sebuah tanjakan yang medannya sangat buruk. Lampu mobil aku arahkan jarak jauh, terlihat kondisi jalan yang sangat rusak penuh dengan bebatuan yang berhamburan ditambah debu yang tebal. Kumasukan persneling ke gigi satu, dengan kecepatan yang pelan kami tingkatkan kewaspadaan sambil memilih jalan.
Pada pertengahan tanjakan yang curam tiba-tiba muncul kabut yang sangat tebal hingga aku kesulitan melihat jalan di depanku. Dengan sangat terpaksa kuhentikan mobilku sejenak untuk melihat situasi medan, agar kami tidak terperosok kedalam jurang.
Keanehan mulai muncul ketika kabut tebal itu membentuk sebuah lingkaran mirip lorong waktu. Aku memastikan dan bertanya kepada mas Ito, termyata mas dia pun melihat dan merasakan ke anehan itu. Mobil kami seperti di dalam sebuah pipa PVC yang sangat besar. Semua serba putih dan berputar. Tidak ada suara apapun yang kami dengar, bahkan suara mesin mobil pun tidak terdengar sama sekali. Tapi mengapa kurasakan mobil berjalan semakin mundur dan turun, padahal jelas-jelas aku berjalan maju menggunakan persneling gigi satu. Ketenangan suasana yang tidak lazim itu membuat kami seakan dalam dunia mimpi. Sampai kami tersadar ketika suara "praang!!!" terdengar seperti seseorang melempar kaca mobil kami.
Den koko dan mas Yusup memeriksa dari dalam, tapi tidak ada satupun kaca mobil yang pecah.
Gulungan kabut itu menghilang dengan tiba-tiba. Kulihat di depanku sangat gelap sekali. aku berusaha menambah kecepatan agar mobil berjalan maju tetapi hasilnya tetap nihil. Mobil pada posisi yang tidak bergerak sepertinya selip dan hingga akhirnya mesin mobil pun berhenti.
Aku kaget ketika ada yang mengetuk-ngetuk kaca mobilku dengan keras. Setelah kubuka kaca pintu mobil, kulihat ada lima orang yang mendatangi kami. Mereka berteriak-teriak panik sambil menggedor-gedor kaca mobil. Kemudian salah seorang menanyakan kondisi kami yang ada di dalam mobil apakah selamat semua atau ada yang terluka? Kami bingung mengapa mereka menanyakan itu. Karena penasaran, kami berempat keluar dari mobil. Ternyata mobil yang kami kendarai sudah tidak berada di badan jalan lagi tetapi di jurang tepi jalan. Makanya aku tadi aku hanya melihat kegelapan di depanku. Mobil tidak bisa maju ternyata badan mobil sudah di bawah jalan sambil menghadap ke dinding tebing. Untung saja kami tidak terperosok ke dalam jurang yang berkedalaman 12 meter di dekat kami.
Malam itu kami tinggalkan mobil tergeletak dibawah. Orang-orang yang tadi menolong mengajak kami ke truk mereka. Kami meneruskan perjalanan ke dukuh Sawangan dengan menggunakan truk pengangkut pupuk kandang. Sambil berpegangan kantong pupuk
yang menjulang tinggi, kami naik di atas truk sambil tertawa bersama, karena merasa heran dengan apa yang terjadi baru saja.
Sampailah kami di dukuh Sawangan. Kami menceritakan kejadian yang baru saja kami alami, bala Kurawa yang di dukuh Sawangan kemudian bercerita bahwa sering sekali terjadi kejadian aneh di lembah Sirenggong. Kadang yang muncul adalah selendang yang panjang sekali, atau kabut yang tebal membentuk lingkaran.
Keesokan harinya kami bersama-sama menarik mobil agar bisa posisi di badan jalan. Namun yang aneh lagi adalah tidak ada sedikit pun bekas di rumput yang menunjukan kalau semalam mobil kami terperosok. Hmmm... lembah Sirenggong.